English version
See also:

Memperkuat akuntabilitas: memulihkan kepercayaan di dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia


Jakarta (Indonesia), 7 July 2010
- Akhir-akhir ini Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) menghadapi banyak kritik dari masyarakat dan media karena kurangnya akuntabilitas dan transparansi. Sejumlah petugas POLRI, termasuk perwira-perwira tinggi, telah berulang kali dituduh terlibat dalam praktek korupsi. Laporan media menunjukkan bahwa banyak orang Indonesia menganggap kepolisian menjadi sangat politis. Persepsi ini, dikombinasikan dengan tuduhan korupsi, telah mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas POLRI. Publik dan media sekarang menuntut POLRI untuk segera mengatasi masalah ini dan memperbaiki sistem pengawasan yang lemah agar menjadi layanan yang lebih profesional dan dapat dipercaya.

Untuk mengatasi masalah ini, UNODC bekerja sama dengan POLRI, menyelenggarakan sebuah diskusi meja bundar tentang "Upaya Reformasi Kepolisian Nasional: Memperkuat Akuntabilitas" yang dihadiri juga oleh akademisi, POLRI dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Inspektur Jenderal Pengawasan Umum POLRI, Komisaris Jenderal Nanan Soekarna, meresmikan diskusi meja bundar atas nama Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Komisari Jenderal Nanan Soekarna menjelaskan bahwa POLRI telah menjadi salah satu institusi pertama yang menanggapi tuntutan agenda reformasi nasional yang dimandatkan oleh Pemerintah Indonesia. Dia mengatakan bahwa "sumber daya manusia yang berkualitas dan sistem manajemen yang handal diperlukan untuk melanjutkan agenda reformasi".

Komisaris Jenderal Nanan Soekarna menambahkan bahwa Ia mengharapkan diskusi meja bundar dapat membantu POLRI dalam mengembangkan sinergi antara semua entitas yang terlibat dalam agenda reformasi nasional. Dalam respon langsung terhadap presentasi Beliau, beberapa perwakilan dari LSM memberikan komentar kritis tentang rendahnya tingkat akuntabilitas dan transparansi dalam polisi dan mendesak agar dilakukan reformasi.

Profesor Sylvia Tiwon, yang mengajar sastra dan gender, budaya lisan dan studi Asia Tenggara dengan fokus pada Indonesia di University of California, menyarankan agar lembaga eksternal dengan wewenang untuk memanggil personil kepolisian perlu dibentuk. Dia menjelaskan bahwa organisasi seperti itu kemudian akan fokus pada supervisi dan pengawasan POLRI. Dia mencatat, "meskipun ada mekanisme internal, POLRI juga perlu dimintai pertanggung jawaban oleh lembaga eksternal, karena ini akan memulihkan kepercayaan masyarakat umum".

Mark Shaw, Pimpinan Program Terpadu dan Pengawasan Cabang, kantor pusat UNODC, memberikan presentasi berjudul "Kerangka Internasional dan Model untuk Akuntabilitas Polisi dan Pengawasan Sipil". Mark Shaw menekankan bahwa untuk mencapai keseimbangan antara efisiensi operasional dan pengawasan itu penting. Dia menjelaskan berbagai model pengawasan internal dan eksternal yang digunakan di sejumlah negara. Sebagai tanggapan atas presentasinya, Inspektur Jenderal, Paulus Purwoko berkomentar, "akuntabilitas tidak dimaksudkan untuk menghilangkan kekuasaan polisi Sebaliknya, dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan tersebut. Ini adalah tentang mencegah kesalahan polisi dan menangani kesalahan tersebut ketika itu terjadi. "

Pada akhir sesi meja bundar, Adrianus Meliala, Profesor Kriminologi Universitas Indonesia, mengundang peserta untuk bekerja dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan tantangan dan peluang POLRI dalam melakukan reformasi.

Peserta diskusi menyimpulkan pertemuan ini dengan menyetujui pembahasan perlindungan hak asasi manusia, kekerasan polisi dan praktek-praktek korupsi di tubuh kepolisian, di antara berbagai kelompok stakeholder. Hal ini bertujuan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.

Kunci penting dari diskusi meja bundar ini sedang dimasukkan ke dalam kertas kebijakan oleh UNODC dan akan diedarkan ke semua peserta meja bundar dan instansi pemerintah terkait.